Minggu, 28 Juni 2015

PENGERTIAN HUKUM KEPAILITAN








Istilah "pailit" berasal dari bahasa belanda "failliet" yang juga berasal dari bahasa perancis. "failliet" mempunyai arti pemogokan atau kemacetan pembayaran, dalam kamus umum bahasa indonesia, kata pailit berarti bankrut, sedangkan kata bangkrut berarti menderita kerugian besar.
Menurut Subekti dan R. Tjitrosoedibio, pailit adalah:

"keadaan dimana seorang debitor telah berhenti membayar hutangnya. setelah orang yang demikian atas permintaan para kreditornya atau atas permintaan sendiri oleh pengadilan dinyatakan pailit, maka harta kekayaannya dikuasai oleh balai harta peninggalan selaku Curatrice (pengampu) dalam urusan kepailitan tersebut untuk dimanfaatkan bagi semua kreditor"


Sedangkan istilah "kepailitan" menurut Retnowulan adalah:

" Eksekusi massal yang ditetapkan dengan keputusan hakim, yang berlaku serta merta dengan melakukan penyitaan umum atas semua harta orang yang dinyatakan pailit, maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung, untuk kepentingan semua kreditor yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib."

B.G. Tumbuan mendefinisikan kepailitan sebagai

"sita umum yang mencakup seluruh harta kekayaan debitor untuk kepentingan seluruh kreditornya"

Berdasarkan pengertian diatas, maka terdapat perbedaan konseptual antara "pailit" dengan "kepailitan". Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu melakukan pembayaran hutang kepada para kreditornya. sedangkan Kepailitan merupakan keputusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari. jadi, kepailitan merupakan suatu sita dan eksekusi atas seluruh harta kekayaan debitor.


KEPAILITAN MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN.

  • Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998 tentang kepailitan
"Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo, dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2, baik atas permohonan sendiri, maupun atas permintaan satu atau lebih kreditor".

  • Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang (PKPU).
"Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu  atau lebih kreditornya. 


Pada prinsipnya, pengertian kepailitan dari UU Nomor 4 Tahun 1998 tentang kepailitan dengan UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Hutang tidak jauh berbeda, hanya terdapat sedikit perbedaan yaitu pada kata "lunas" sebagai tambahan kata "tidak membayar", kata "pengadilan yang berwenang" diganti dengan kata "pengadilan", dan kata "permintaan seseorang" diganti dengan kata "permohonan satu"

Sabtu, 06 Juni 2015

Hukum Kepailitan


  1. Sejarah Hukum Kepailitan
hukum kepailitan di Indonesia dikenal dengan istilah faillssementsverordening.
pada awalnya, faillssementsverordening hanya berlaku bagi pedagang yang hanya tunduk kepada hukum perdata dan hukum barat saja. Akibatnya, hukum kepilitan ini tidak dirasakan sebagai peraturan milik pribumi dan tidak pernah merasuk ke dalam jiwa masyarakat pribumi.

Hukum kepailitan mulai berkembang pada saat Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1997. krisis moneter diawali melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar AS. hal ini menyebabkan utang para pengusaha indonesia terhadap para kreditor luar negeri membengkak. akibatnya banyak debitor yang tidak mampu membayar hutangnya.

Pada tanggal 22 april tahun 1998, pemerintah mengeluarkan Perpu Nomor 1 tahun 1998 tentang perubahan atas faillssements-verordening. lima bulan setelah diterbitkan, Perpu  tersebut diajukan kepada DPR. kemudian pada tanggal 9 september 1998, Perpu nomor 1 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang tentang kepailitan ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998.